Apa itu Zuhud? Dan Bagaimana Cara agar Zuhud?
Daftar Isi
Apa itu Zuhud?
Apa itu Zuhud? Dan bagaimana caranya agar bisa zuhud?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du
Ibnul Qoyim menyebutkan definisi zuhud dan wara’ yang pernah beliau dengar dai gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnul Qoyim mengatakan,
سمعت شيخ الإسلام ابن تيمية قدس الله روحه يقول : الزهد ترك ما لا ينفع في الآخرة والورع : ترك ما تخاف ضرره في الآخرة
Saya mendengar Syaikhul Islam – semoga Allah mensucikan ruhnya – pernah mengatakan,
“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.” Dan “Wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan membahayakan bagi kehidupan di akhirat.”
Kemudian Ibnul Qoyim menegaskan,
وهذه العبارة من أحسن ما قيل في الزهد والورع وأجمعها
Ungkapan ini adalah definisi terbaik dan paling mewakili untuk kata zuhud dan wara’. (Madarij as-Salikin, 2/10).
Berdasarkan pengertian di atas, zuhud lebih tinggi derajatnya dibandingkan wara’. Karena zuhud pasti wara’ dan tidak sebaliknya.
Zuhud dalam al-Quran
Sebagian ulama menyebutkan bahwa zuhud telah Allah jelaskan dalam al-Quran melalui ayat-Nya,
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan bersedih terhadap apa yang tidak kamu dapatkan, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Al-Hadid: 23)
Memahami ayat di atas, Imam al-Junaid mengatakan,
فالزاهد لا يفرح من الدنيا بموجود ولا يأسف منها على مفقود
Orang yang zuhud tidak menjadi bangga karena memiliki dunia dan tidak menjadi sedih karena kehilangan dunia. (Madarij as-Salikin, 2/10).
Zuhud tidak Harus Miskin
Zuhud adalah amal hati, sehingga yang bisa menilai hanya Allah. Karena itu, kita tidak bisa menilai status seseorang itu zuhud ataukah tidak zuhud, hanya semata dengan melihat penampilan luar. Kekayaan dan harta yang dimiliki, bukan standar zuhud. Orang bisa menjadi zuhud, sekalipun Allah memberikan banyak kekayaan kepadanya.
Kita tidak memungkiri bahwa para Nabi yang Allah beri kerajaan, seperti Yusuf, Daud, atau Sulaiman, mereka adalah manusia-manusia yang sangat zuhud.
Allah berfirman tentang sifat Nabi Daud,
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Ingatlah hamba-Ku Daud, pemilik kekuatan (dalam melakukan ketaatan). Sesungguhnya beliau awwab (orang yang suka kembali kepada Allah). (QS. Shad: 17)
Allah juga berfirman tentang Sulaiman,
وَوَهَبْنَا لِدَاوُودَ سُلَيْمَانَ نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
Kami anugerahkan anak kepada Daud yang namanya Sulaiman. Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia awwab (orang suka kembali kepada Allah). (QS. Shad: 30)
Kemudian, Allah berfirman tentang Ayub,
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Kami dapati Ayub adalah orang yang sabar. Sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia orang yang awwab (suka kembali kepada Allah).” (QS. Shad: 44).
Anda bisa perhatikan, ketiga nabi mulia dengan ujian yang berbeda, Allah gelari mereka semua dengan kata ‘Awwab’. Daud dan Sulaiman ‘alaihimas salam diuji dengan kekayaan, sementara Ayyub diuji dengan kemiskinan.
Cara Agar bisa Zuhud
Hasan al-Bashri – ulama senior masa tabii’in – pernah ditanya,
ما سر زهدك فى الدنيا ؟
“Apa rahasia zuhud anda terhadap dunia?”
Jawab beliau,
علمت بأن رزقى لن يأخذه غيرى فاطمأن قلبى له , وعلمت بأن عملى لا يقوم به غيرى فاشتغلت به , وعلمت أن الله مطلع على فاستحييت أن أقابله على معصية , وعلمت أن الموت ينتظرنى فأعددت الزاد للقاء الله
- Aku yakin bahwa rizkikku tidak akan diambil orang lain, sehingga hatiku tenang dalam mencarinya.
- Saya yakin bahwa amalku tidak akan diwakilkan kepada orang lain, sehingga aku sendiri yang sibuk menjalankannya.
- Aku yakin bahwa Allah selalu mengawasi diriku, hingga aku malu merespon pengawasannya dengan melakukan maksiat.
- Aku yakin bahwa kematian menantiku. Sehingga aku siapkan bekal untuk ketemu Allah…
Semoga Allah membimbing kita untuk mengambil bagian dari sifat zuhud itu.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)