TNI AD Sita Miras diduga Ilegal, Malah Diputus Langgar HAM
Daftar Isi
kontenislam.com - Upaya Polisi Militer Kodam (Pomdam) XVII/Cenderawasih TNI AD dan Satpol PP Provinsi Jayapura memberantas peredaran minuman keras (miras) diduga ilegal di Papua malah berujung ironis. Pomdam XVII justru diputus melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh Pengadilan Negeri (PN) Klas I-A Jayapura.
Dihimpun hidayatullah.com, Senin (24/09/2018), Pomdam XVII/Cenderawasih digugat oleh PT Sumber Makmur Jayapura (PT SMJP) sebagai pihak yang disebut dirugikan lantaran Pomdam XVII/Cenderawasih menahan dua kontainer berisi 1.200 kardus atau 9.700 liter miras berbagai jenis diduga ilegal di Pelabuhan Jayapura beberapa waktu lalu.
Sidang Praperadilan di PN Klas I-A Jayapura antara Pemohon PT SMJP melawan termohon 1 Pomdam XVII/Cenderawasih dan termohon 2 Satpol PP Jayapura telah dilaksanakan pada Jumat (21/09/2018) lalu.
Putusan sidang PN tersebut menyatakan, perbuatan Pomdam XVII/Cenderawasih adalah perbuatan melawan hukum dan melanggar HAM, serta menolak ganti kerugian yang diajukan oleh Pemohon. Kemudian PN memerintahkan Satpol PP Jayapura untuk segera mengembalikan barang milik Pemohon serta memerintahkan kepada Pomdam XVII/Cenderawasih dan Satpol PP Jayapura untuk membayar biaya perkara.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi membenarkan sudah menerima laporan dari Kepala Hukum Kodam XVII/Cenderawasih (Kakumdam) tentang putusan PN tersebut.
Aidi menilai Hakim Tunggal PN Jayapura sama sekali tidak mempertimbangkan kelemahan-kelemahan pemohon yang dituangkan dalam draft penolakan terhadap gugatan yang diajukan Termohon I.
“Pemohon (PT SMJP, Red) tidak dapat menunjukkan bukti surat asli Surat Izin Tempat Usaha Nomor:503/05440/PM & PTSP masa berlaku hingga 23 September 2018 dan 23 September 2019,“ jelas Aidi kutip laman resmi TNI AD kemarin.
Selain itu menurut Aidi, Pemohon (PT SMJP) juga tidak dapat menunjukkan bukti surat yang asli dari Surat Penunjukan Sub-Distributor dari PT Sinar Makmur Timur Distributor Nomor : 006/SPP/VII/2017 tanggal 21 Juli 2017, dan Surat Penunjukan dari PT Delta Jakarta Tbk sebagai Distributor No 010/L.SP-Distributor/Dirs/VIII/2016 tanggal 25 Agustus 2016.
“Ironis, saat Kodam berupaya membantu menegakkan aturan, menyelamatkan orang kepentingan bahkan masa depan orang banyak dari kejahatan peredaran miras ilegal, malah digugat,” tegas Aidi.
“Namun hal itu dinilai merupakan risiko dalam melaksanakan tugas,” sambungnya.
Ia mengatakan, ketika upaya Pomdam mencegah dan menyelamatkan warga Papua ini dianggap melanggar HAM, namun pelaku pengedar miras ilegal yang akan merusak ratusan bahkan ribuan warga Papua justru dianggap benar dan tidak melanggar HAM.
“Dari putusan sidang maka dapat menggambarkan Pomdam dianggap melanggar HAM dan pengadilan lebih memilih menghukum pihak yang melakukan pelanggaran HAM terhadap 1 orang, yang mana orang tersebut telah dan berpotensi melakukan pelanggaran HAM bahkan merusak moral dan kehidupan terhadap ratusan bahkan ribuan orang,” tegasnya.
Aidi menjelaskan juga bahwa tindakan penahanan terhadap 2 kontainer miras tersebut telah berdasarkan Perda Provinsi Papua dan Pakta Integritas yang ditandatangani hampir seluruh pejabat di Papua.
“Namun ternyata Perda Prov Papua hanya sekadar retorika tanpa makna, nyatanya tidak bisa dipakai atau diaplikasikan di lapangan,” tegas alumnus Akmil 1996 ini.
Lebih lanjut disampaikan, hampir seluruh pejabat di Papua mulai dari Gubernur sampai Ketua DPRD Kabupaten, termasuk Pangdam XVII/Cenderawasih telah menandatangani Pakta Integritas yang menyatakan peduli terhadap dampak negatif miras di Papua.
“Jika seperti ini, maka tandatangan Pakta Integritas tersebut, seolah-olah sekadar sensasi, karena PN sendiri turut tanda tangan,” ujar Aidi.
Dalam penjelasannya, Aidi menyampaikan bahwa Kodam XVII/Cenderawasih masih bisa tegak kepala karena menunjukkan komitmennya, sementara itu PN dalam hal ini Hakim Tunggal Praperadilan menafikan bahwa PN harus wujudkan janji dan komitmen mereka sebagaimana isi Pakta Integritas yang mereka tanda tangani.
“Ini aneh, pihak yang tanda tangani dan menjalankan Pakta Integritas justru diputuskan bersalah oleh pihak lainnya yang sama tanda tangani Pakta Integritas tersebut,” jelas Aidi.
Menurutnya, bila Pomdam dianggap salah prosedur, lantas prosedur apa yang dilanggar karena Pomdam juga bertindak sesuai prosedur dan Perda maupun Pakta Integritas tersebut? Apakah cukup, ungkapnya, hanya karena salah prosedur kemudian barang ilegal tersebut dianggap legal untuk kemudian mereka perjualbelikan secara bebas?
Terkait upaya penegakan aturan Perda dan Pakta Integritas dalam hal peredaran miras, Aidi menjelaskan bahwa masalah miras di Papua merupakan tanggung jawab bersama. Upaya pemberantasan miras ilegal oleh TNI AD juga pada dasarnya dilindungi undang-undang yaitu tugas perbantuan kepada Pemda dan Polri.
“Kita semua harus sungguh-sungguh untuk memberantas peredaran miras dan menegakkan Perda dan Pakta Integritas. Jika tidak maka niscaya hal-hal seperti ini akan dijadikan pembenaran peredaran produk ilegal yang membahayakan masyarakat,” jelas Aidi.
“Jika seperti ini, barang ilegal yang di depan mata tidak perlu lagi diendus, diintai di-sweeping, dan lain sebagainya. Atau apakah aparat yang berwewenang hanya membiarkan barang tersebut beredar bebas ke masyarakat?” ucap Kapendam balik bertanya.
Aidi pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada para pihak yang memiliki moral dan ketulusan, peduli terhadap keselamatan masyarakat dari pengaruh negatif miras, dan selama ini telah mendukung Kodam dalam tindakannya.
“Di antaranya adalah tokoh-tokoh agama atau FKUB, tokoh masyarakat, Gerakan Pemuda Anti Miras, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu per persatu,” pungkasnya. sumber: hidayatullah