KACAU! KPK Akui Kehilangan Truk Angkut Barang Bukti Kasus Suap Pajak Kemenkeu Senilai Puluhan Miliar
Daftar Isi
"Berdasarkan informasi yang kami terima, benar tim penyidik KPK pernah mendapatkan informasi dari masyarakat adanya mobil truk di sebuah lokasi di Kec. Hampang, Kab. Kota Baru, Kalimantan Selatan yang diduga menyimpan berbagai dokumen terkait perkara yang sedang dilakukan penyidikan tersebut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (12/4/2021).
Ali mengatakan, tim penyidik masih terus menelusuri jejak hilangnya truk yang diduga berisi dokumen penting penanganan kasus suap penurunan nilai pajak ini. Ali berharap tim penyidik segera menemukan barang bukti tersebut.
"Namun setelah tim penyidik KPK datangi lokasi, truk tersebut sudah berpindah tempat dan saat ini kami sedang melakukan pencarian," kata Ali.
KPK meminta masyarakat turut serta dalam pencarian mobil truk ini. Ali menyarankan masyarakat segera melaporkan kepada KPK melalui call center 198 atau melalui email informasi@kpk.go.id apabila melihat dan menemukan keberadaan dari mobil truk tersebut.
Suap Pajak Puluhan Miliar
Diketahui, KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait pajak dengan nilai suap puluhan miliar Rupiah di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, modus dalam kasus ini sama seperti kasus-kasus yang pernah ditangani KPK sebelumnya. Yakni wajib pajak memberikan suap kepada pemeriksa pajak agar nilai pajaknya menjadi rendah.
"Nilai suapnya besar juga, puluhan miliar. Tidak salah itu juga melibatkan tim pemeriksa. Kalau di pajak kan modusnya seperti itu, bagaimana caranya supaya WP (wajib pajak) bayar pajak rendah dengan cara menyuap pemeriksanya agar pajaknya diturunkan," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (2/3/2021), dikutip dari Antara.
KPK sendiri belum mengumumkan secara resmi pihak yang dijerat dalam kasus ini. Namun sempat beredar surat pemberitahuan dimulainya penyidikan tertanggal 4 Februari. Dalam surat tersebut disebutkan jika KPK telah melakukan penyidikan kasus korupsi dengan tersangka Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak serta tersangka Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak Kemenkeu.
Dalam surat itu disebutkan jika kedua pejabat pajak itu menerima hadiah atau janji dari Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi selaku konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, serta Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak PT Bank Pan Indonesia, dan Agus Susetyo selaku konsultan pajak terkait pemeriksaan pajak PT Jhonlin Baratama.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap 6 orang. Pencegahan ke luar negeri dilakukan atas permintaan KPK. Pencegahan terkait suap penurunan pajak di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dua dari enam orang tersebut yakni dari aparatur sipil negara (ASN) berinisial APA dan DR. APA diduga Angin Prayitno Aji yang merupakan Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.
Sementara empat orang lainnya adalah RAR, AIM, VL, dan AS. Mereka dicegah karena alasan korupsi.
"Dua orang ASN atas nama inisial APA dan DR, serta 4 orang lainnya yaitu RAR, AIM, VL, dan AS, dicegah karena alasan korupsi. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan mulai 8 Februari 2021 sampai dengan 5 Agustus 2021," ujar Kabag Humas dan Umum Dirjen Imigrasi Arya Pradhana Anggakara dalam keterangan resminya Kamis (4/3/2021).
ICW: Kasus di Ditjen Pajak Libatkan 3 Korporasi Besar, Nilai Suap Rp 50 M
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK mengusut tuntas kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Pajak (DJP/Ditjen Pajak). ICW menyebut kasus dugaan suap di Ditjen Pajak ini melibatkan tiga perusahaan besar, dengan nilai suap diduga hingga Rp 50 miliar.
“APA diduga menerima suap agar dapat merekayasa surat ketetapan pajak (SKP) dari tiga perusahaan besar. Nilai suap ditengarai mencapai Rp 50 miliar,” kata peneliti ICW Egi Primayogha, kepada wartawan, Selasa (9/3/2021).
Egi menilai kasus suap di Ditjen Pajak yang sedang ditangani KPK mengkhawatirkan karena kembali menunjukkan adanya kongkalikong antara aparat perpajakan dan wajib pajak. Praktik itu, kata dia, telah menjadi rahasia umum, tapi proses hukum untuk menuntaskan kasus hingga ke aktor utamanya kerap tak serius.
ICW mencatat, sepanjang 2005-2019, terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukkan kongkalikong antara oknum pejabat pemerintah dan swasta. Dari seluruh kasus tersebut, terdapat 24 pegawai pajak yang terlibat. Modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap.
“Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp 160 miliar. Ini tentu belum dihitung nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi,” ucap Egi.
Egi mengatakan setidaknya ada tiga kasus korupsi yang melibatkan pegawai negeri sipil di DJP dan pernah menarik perhatian publik. Pertama, kasus yang menjerat Gayus Tambunan, pegawai negeri sipil di DJP yang diketahui menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 925 juta, USD 659,800, dan SGD 9,6 juta, serta melakukan pencucian uang.
“Kedua, kasus yang menjerat mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP Kemenkeu Bahasyim Assifie. Ia terbukti menerima suap senilai Rp 1 miliar dan terbukti melakukan pencucian uang. Ketiga, kasus yang menjerat Dhana Widyatmika, pegawai di DJP yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan melakukan pencucian uang,” katanya.
Lebih jauh, Egi menyebut kasus-kasus korupsi yang menjerat Gayus, Bahasyim Assifie, maupun Dhana Widyatmika, adalah puncak dari gunung es permasalahan korupsi pajak di Indonesia.
“Belajar dari ketiga kasus tersebut, sudah sepantasnya penyidik segera menelusuri juga dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh APA,” katanya.
Dia menilai skandal perpajakan perlu dijadikan perhatian serius, karena pajak telah menjadi ‘mainan’ banyak pihak. Bahkan, kata dia, terdapat pihak yang diduga membajak kebijakan guna mencari keuntungan.
Info Penggeledahan Bocor
Diketahui, tim penyidik KPK menggeledah Kantor PT Jhonlin Baratama di Kabupaten Tanah Bumbu dan sebuah lokasi lainnya di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Jumat, 9 April 2021 kemarin.
Namun, dari penggeledahan di dua lokasi tersebut, tim penyidik tak menemukan barang bukti yang dicari. Lembaga antikorupsi menduga terdapat pihak yang sengaja menghilangkan barang-barang bukti tersebut.
"Di dua lokasi tersebut, tidak ditemukan bukti yang dicari oleh KPK karena diduga telah sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (12/4/2021).
Tidak ditemukannya barang bukti ini diduga karena informasi penggeledahan sudah bocor duluan.
Ali juga mengultimatum pihak yang diduga terlibat dalam membocorkan informasi soal akan adanya penggeledahan yang dilakukan tim penyidik KPK.
"Kami ingatkan kembali kepada pihak tertentu yang terkait dengan perkara ini tentang ketentuan Pasal 21 UU Tipikor yang telah dengan tegas memberikan sanksi hukum bagi pihak-pihak yang diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan proses penyidikan yang sedang berlangsung," kata Ali.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengaku siap menangani dugaan kebocoran informasi dalam upaya mencari bukti terkait. Apalagi, tim penyidik juga tak menemukan bukti saat menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama.
"Ya, harus diusut," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Kesimpulannya:
RUWET RUWET RUWET....
*Sumber:
- https://www.merdeka.com/peristiwa/kpk-akui-kehilangan-truk-angkut-barang-bukti-kasus-suap-ditjen-pajak-kemenkeu.html
- https://nasional.kompas.com/read/2021/03/04/06024301/kpk-usut-kasus-suap-pajak-senilai-puluhan-miliar-rupiah-dan-respons-sri
- https://www.ssas.co.id/icw-kasus-di-ditjen-pajak-libatkan-3-korporasi-besar-nilai-suap-rp-50-m/