Ekonom Ini Beberkan Modus Bagi Hasil Korupsi Pajak
Daftar Isi
[ KONTENISLAM.COM ] Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan membeberkan modus koruptor bagi hasil pajak yang membuat kekayaan para pegawai DJP Kemenkeu melejit.
Salah satunya adalah melalui kasus mantan kuasa pajak PT Bank Panin Veronika Lindawati yang telah divonis 2 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan suap kepada pejabat Direktorat Jenderal Pajak senilai Rp 500 ribu dolar Singapura agar merekayasa hasil penghitungan pajak milik Bank Panin.
Anthony menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin) harus bayar pajak tahun 2016 lalu sebesar Rp 926,26 miliar.
Tetapi, Bank Panin sepertinya keberatan, tidak mau membayar semua kewajibannya.
Bank Panin mengutus seseorang bernama Veronika, pihak ketiga, untuk negosiasi dengan petugas pajak.
Veronika meminta kewajiban pajak Bank Panin diturunkan menjadi sekitar Rp300 miliar, dan berjanji akan memberikan fee kepada tim pajak sebesar Rp25 miliar.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ketika itu, Angin Prayitno Aji, menyetujui negosiasi tersebut.
Angin Prayitno juga membuat kebijakan untuk bagi-bagi hasil korupsi dari pemeriksaan pajak.
Angin Prayitno meminta kepada para supervisor tim pemeriksa pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus juga melaporkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah tim pemeriksa pajak.
“Pembagiannya, 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas direktur dan kepala subdirektorat, sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa,” beber Anthony Budiawan, Rabu (8/4).
Artinya, lanjut Anthony Budiawan, korupsi pajak tidak dilakukan oleh satu tim pemeriksa saja, tetapi dilakukan bersama-sama, secara institusi.
“Hasil korupsi pajak kemudian dibagi-bagi kepada banyak pihak di internal DJP, korupsi berjamaah?,” tanya Anthony Budiawan.
Maka tidak heran, sindir dia, banyak pegawai pajak yang mempunyai gaya hidup mewah, hasil dari korupsi pajak kolektif yang melibatkan semua tim pemeriksa dan kepala subdirektorat, di bawah naungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, atau bahkan DJP.
“Setelah uang korupsi dibagi-bagi, apakah tidak ada yang mengalir ke atas? Atau yang di atas pura-pura tidak tahu ada bagi-bagi uang korupsi?,” tanya Anthony Budiawan lagi.
Diketahui, Angin Prayitno dan dua pegawai pajak lainnya tertangkap KPK, bersama penyuap Veronika.
Kerugian negara mencapai Rp600 miliar hanya untuk satu kasus, PT Bank Panin.
Angin Prayitno juga terlibat kasus suap pajak lainnya, yaitu PT Jhonlin Baratama dan PT Gunung Madu Plantations.
Penyuap Veronika hanya dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta (subsider 3 bulan kurungan).
“Hukuman ini relatif sangat ringan. Tidak akan menimbulkan efek jera,” tegas Anthony Budiawan.
“Sedangkan pihak perusahaan penyuap yang bertanggung jawab, misalnya direksi Bank Panin, tidak tersentuh hukum,” tambah Anthony Budiawan.
Lebih lanjut, Anthony juga menyinggung soal korupsi pajak kolektif juga dapat dibuktikan pada kasus Gayus Tambunan sekitar 2010-2011.
Tak kurang ada 27 nama yang terseret kasus Gayus dan menegaskan banyaknya pegawai pajak di DJP yang terlibat korupsi pajak.
Selain itu, soal kasus Rafael Alun Trisambodo menurut Anthony, ini hanya puncak gunung es.
Sebab, ia menduga Rafael Alun tidak bisa bekerja sendiri atau hanya dengan beberapa pegawai pajak saja.
Dengan demikian, Anthony Budiawan meminta seluruh tim pemeriksa dan kasubdit agar diselidiki.
Termasuk sampai ke atasannya yang tertinggi, yaitu Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan.
“Bukan saja di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga wajib diselidiki,” katanya.
Pasalnya, menurut informasi yang beredar di media sosial, kepala Bea Cukai Jogja, Eko Darmanto juga mempunyai kekayaan fantastis.
“Apakah benar? Wajib diusut!,” tutupnya. [monitorindonesia]
Salah satunya adalah melalui kasus mantan kuasa pajak PT Bank Panin Veronika Lindawati yang telah divonis 2 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan suap kepada pejabat Direktorat Jenderal Pajak senilai Rp 500 ribu dolar Singapura agar merekayasa hasil penghitungan pajak milik Bank Panin.
Anthony menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin) harus bayar pajak tahun 2016 lalu sebesar Rp 926,26 miliar.
Tetapi, Bank Panin sepertinya keberatan, tidak mau membayar semua kewajibannya.
Bank Panin mengutus seseorang bernama Veronika, pihak ketiga, untuk negosiasi dengan petugas pajak.
Veronika meminta kewajiban pajak Bank Panin diturunkan menjadi sekitar Rp300 miliar, dan berjanji akan memberikan fee kepada tim pajak sebesar Rp25 miliar.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ketika itu, Angin Prayitno Aji, menyetujui negosiasi tersebut.
Angin Prayitno juga membuat kebijakan untuk bagi-bagi hasil korupsi dari pemeriksaan pajak.
Angin Prayitno meminta kepada para supervisor tim pemeriksa pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus juga melaporkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah tim pemeriksa pajak.
“Pembagiannya, 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas direktur dan kepala subdirektorat, sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa,” beber Anthony Budiawan, Rabu (8/4).
Artinya, lanjut Anthony Budiawan, korupsi pajak tidak dilakukan oleh satu tim pemeriksa saja, tetapi dilakukan bersama-sama, secara institusi.
“Hasil korupsi pajak kemudian dibagi-bagi kepada banyak pihak di internal DJP, korupsi berjamaah?,” tanya Anthony Budiawan.
Maka tidak heran, sindir dia, banyak pegawai pajak yang mempunyai gaya hidup mewah, hasil dari korupsi pajak kolektif yang melibatkan semua tim pemeriksa dan kepala subdirektorat, di bawah naungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, atau bahkan DJP.
“Setelah uang korupsi dibagi-bagi, apakah tidak ada yang mengalir ke atas? Atau yang di atas pura-pura tidak tahu ada bagi-bagi uang korupsi?,” tanya Anthony Budiawan lagi.
Diketahui, Angin Prayitno dan dua pegawai pajak lainnya tertangkap KPK, bersama penyuap Veronika.
Kerugian negara mencapai Rp600 miliar hanya untuk satu kasus, PT Bank Panin.
Angin Prayitno juga terlibat kasus suap pajak lainnya, yaitu PT Jhonlin Baratama dan PT Gunung Madu Plantations.
Penyuap Veronika hanya dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta (subsider 3 bulan kurungan).
“Hukuman ini relatif sangat ringan. Tidak akan menimbulkan efek jera,” tegas Anthony Budiawan.
“Sedangkan pihak perusahaan penyuap yang bertanggung jawab, misalnya direksi Bank Panin, tidak tersentuh hukum,” tambah Anthony Budiawan.
Lebih lanjut, Anthony juga menyinggung soal korupsi pajak kolektif juga dapat dibuktikan pada kasus Gayus Tambunan sekitar 2010-2011.
Tak kurang ada 27 nama yang terseret kasus Gayus dan menegaskan banyaknya pegawai pajak di DJP yang terlibat korupsi pajak.
Selain itu, soal kasus Rafael Alun Trisambodo menurut Anthony, ini hanya puncak gunung es.
Sebab, ia menduga Rafael Alun tidak bisa bekerja sendiri atau hanya dengan beberapa pegawai pajak saja.
Dengan demikian, Anthony Budiawan meminta seluruh tim pemeriksa dan kasubdit agar diselidiki.
Termasuk sampai ke atasannya yang tertinggi, yaitu Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan.
“Bukan saja di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga wajib diselidiki,” katanya.
Pasalnya, menurut informasi yang beredar di media sosial, kepala Bea Cukai Jogja, Eko Darmanto juga mempunyai kekayaan fantastis.
“Apakah benar? Wajib diusut!,” tutupnya. [monitorindonesia]