Mahfud: Buzzer Bayaran Ada Dua Kelompok, Oposisi dan Pro Pemerintah
Daftar Isi
KONTENISLAM.COM - Fenomena buzzer di Indonesia saat ini cukup tinggi. Kondisi tersebut akan mengalami peningkatan setiap kali memasuki tahun politik, seperti sekarang ini.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, buzzer, biasanya kerap dialamatkan kepada mereka yang mendukung pemerintah.
Bahkan, mereka kerap mendapat keuntungan dari aktivitasnya tersebut.
"Buzzer itu biasanya ditunjukkan yang mendukung pemerintah. Siapa yang dukung pemerintah, lalu bilang ini buzzer bayaran," ujar Mahfud saat menghadiri Seminar Nasional 'Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024' yang digelar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa (23/5/2023).
Mahfud menilai, dalam perjalanannya, buzzer sejatinya tidak hanya yang pro pemerintah saja. Aktivitas itu juga ada pada kelompok oposisi.
"Tapi sebenarnya buzzer bayaran itu banyak juga yang anti pemerintah. Dan itu liar juga, bicara tanpa fakta juga."
Dikatakan dia, banyak juga buzzer yang membuat berita-berita yang tidak benar, sengaja membelokkan. Seperti kelompok MCA (Muslim Ciber Army).
“Itu sudah jelas. Orangnya ditangkap, dihukum, kelompoknya ini, yang membiayai ini," kata dia.
"Jadi buzzer itu ada di semua lapangan. Sekarang urusannya duit. Sehingga tidak bisa kalau saudara mengatakan buzzer selalu kelompok pendukung pemerintah.
Mungkin saja, saya tidak tahu. Dan saya sungguh tidak tahu apa ada buzzer yang dibayar pemerintah. Mungkin saja ada, tapi bukan saya yang bayar, mungkin ada. Tetapi yang Saya tahu, dua-duanya itu ada. Yang oposisi, maupun yang pro pemerintah," lanjut Mahfud.
Ngerinya Buzzer Jokowi! Dibayar Mahal Hanya untuk Merusak Nilai-nilai Demokrasi
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menantang Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi UU ITE sebagai tindak lanjut dari pernyataannya meminta masyarakat lebih aktif mengkritik pemerintah.
Menurut Mardani jika pemerintah berani merevisi UU ITE itu yang dinilai pasal karet bagi aktivis pengkritik berarti Jokowi serius dengan pernyataannya.
Demikian disampaikan Anggota Komisi II DPR RI itu dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
“Jika serius ayo lakukan revisi UU ITE, khususnya Pasal 27, 28, dan Pasal 45. Yang sering jadi landasan pasal karet,” kata Mardani.
Lebih lanjut, anak buah Ahmad Syaikhu itu juga meminta pemerintah untuk menertibkan para buzzernya yang kerap mengerang para pengkritik di media sosial.
Menurut Ketua DPP PKS itu para -buzzer-buzer bayaran tersebut merusak nilai-nilai demokrasi Indonesia.
“Itu kanker yang harus diberantas. Merusak ruang publik. Justru membuat persepsi publik pada Pak Jokowi jadi buruk,” jelas Mardani.
Selain itu, Mardani juga menyarankan Presiden Jokowi untuk melihat survei yang menyebutkan bahwa masyarakat takut menyampaikan pendapat.
“Mestinya Pak Jokowi membaca beberapa hasil survei yang menyatakan masyarakat kian takut memberi pendapat. Justru indeks demokrasi Indonesia tahun ini turun, Ini jadi alarm bagi kesehatan demokrasi Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Zaenal Muttaqin menantang Presiden Jokowi membebaskan para aktivis yang ditangkap oleh Polisi.
Menurut Zaenal para aktivis tersebut ditangkap karena dianggap melanggar UU ITE karena mengkritik kebijakan pemerintah.
Seperti aktivis Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan yang sekarang dalam tahap proses hukum lantaran mengkritik kebijakan pemerintah.
Ia mengatakan sebelum Presiden meminta masyarakat aktiv mengkritik pemerintah, terlibih dahulu membesabaskan jeratan hukum kepada para aktivis yang sedang dalam masa tahanan polisi.
“Sebelum mengatakan itu, setidaknya Presiden membebaskan Jumhur dan Syahganda Nainggolan dan Kawan-kawan,” tegasnya di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Menurut Kordinator Progres 98 itu para aktivis ditangkap dan diproses hukum karena mengkritik pemerintah.
Padahal, lanjut Zaenal dalam sistem demokrasi dan Ideologi Pancasila pengkritik seharusnya diberi ruang kebebasan mengkritik kebijakan pemerintah.
Zaenal juga mengaku heran dengan sikap orang nomor satu di Indonesia itu yang tiba-tiba meminta masyarakat aktiv mengkritik kebijakan pemerintah.
Akan tetapi, tambah Zaenal pernyataan pemerintah kadang bertolak belakang dengan kenyataan yang di lapangan
“Saya agak heran dengan ini, apa ini masukan dari timnya, krn seringkali statemen bertolak belakang dengan kenyataan,” tandasnya. [okezone]