Gaya Kepemimpilan Ala Prabowo Subianto, Jangan Memimpin Dari Jauh
Daftar Isi
KONTENISLAM.COM - Mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (purn) Prabowo Subianto memenangkan Pemilihan Presiden (pilpres) 2024 versi hitung cepat.
Publik pun mulai penasaran, seperti apa gaya kepemimpinan ala Prabowo Subianto?
Murujuk pada Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, dia menuliskan soal contoh-contoh pemimpin yang tidak benar. “Ada beberapa kasus contoh, perwira-perwira dan komandan-komandan yang tidak perlu dicontoh.
Menurut saya mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak benar sebagai pemimpin. Saya ceritakan cerita-cerita ini bukan untuk menjelekkan orang, tapi agar kita tidak melakukan hal-hal seperti ini,” tulis Prabowo.
Di buku itu, Prabowo banyak berkisah tentang pemimpin-pemimpin yang dikaguminya, baik pemimpin-pemimpin dari Indonesia dan juga dari luar negeri. Tokoh-tokoh itu adalah pribadi-pribadi yang patut kita pelajari.
Namun, ada juga beberapa kasus contoh, perwira-perwira dan komandan-komandan yang tidak perlu dicontoh. Menurut saya mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak benar sebagai pemimpin," tulis Prabowo.
Contoh Buruk 1: Komandan Memimpin Dari Jauh Prabowo
dalam memoar buku tersebut mengangkat contoh pertama pemimpin yang tidak benar yakni; Komandan Peleton Memimpin Dari Jauh.
Suatu saat, Prabowo mengisahkan, saat menjabat sebagai Komandan Batalyon 328 sedang bertugas di Timor Timur yaitu pada tahun 1988-1989, sekitar bulan Agustus/September 1989.
"Pasukan kita sedang konsolidasi dan kita membuat satu base camp di pinggir Kota Venilale, waktu itu di sektor tengah.
Kita berada di perbukitan di luar sebuah desa dan itulah menjadi base camp kita di mana setelah melakukan gerakan-gerakan militer kita kembali dan konsolidasi di situ," tuturnya.
Suatu saat, tulis Prabowo, setelah konsolidasi lengkap satu Batalyon, kita ingin membuat suatu pesta untuk rakyat di kampung itu.
Batalyon 328 kemudian mengundang kepala desa, kepala suku, dan tokoh-tokoh desa itu, dan rakyat desa itu, untuk makan bersama, dan melakukan tari-tarian rakyat setempat yang dikenal dengan nama Tebe-tebe.
Tentunya sebagai komandan, karena lapangan desa itu berada di tempat yang rendah, Prabowo harus amankan ketinggian-ketinggian di sekitar desa itu. Salah satu bukit yang menonjol dan menguasai medan harus diamankan.
Untuk itu, Prabowo perintahkan satu peleton di bawah Letnan ‘A’. Saya perintahkan Letnan tersebut “Untuk Peleton kamu supaya naik ke bukit yang di atas, yang saya tunjuk. Amankan bukit itu, amankan kita, supaya kita tidak diserang oleh musuh pada saat kita lakukan pesta.” Selain Peleton itu, saya tempatkan juga Peleton lain mengitari tempat pesta rakyat.
Tapi Peleton Letnan ‘A’ itulah di tempat yang paling kritis, karena berada di tempat yang paling tinggi.
Sesudah pesta rakyat selesai, Prabowo kembali ke posko melewati jalan setapak. Prabowo kemudian melewati satu tenda, Prabowo kmeudian melihat di dalam tenda tersebut ada Letnan ‘A’.
Prabowo kemudian bertanya, “bukankah saya perintahkan Anda untuk naik ke bukit yang di belakang itu untuk mengamankan pesta rakyat ini?” kemudian dijawab “sudah Pak, saya sudah perintahkan Peleton saya dan Peleton saya sekarang sudah ada di atas bukit tersebut.”
“Loh yang mimpin siapa?” “Yang mimpin Bintara Peleton saya, Pak.” Prabowo anggap ini suatu contoh leadership yang sangat tidak benar.
Peleton dia sekitar 25 orang dia perintahkan di atas bukit di bawah pimpinan Bintara Peleton dia. Padahal dia adalah komandan Peletonnya. "Komandan Peleton harus berada di tengah-tengah anak buah. Tidak bisa dia pimpin dari jarak 300 meter.
Itu contoh yang sangat tidak benar. Saya anggap itu pelanggaran prinsip-prinsip/kaidah-kaidah kepemimpinan yang paling mendasar, tidak pantas bagi seorang lulusan Akademi Militer seperti itu," kata Prabowo.
Kemudian Prabowo mengatakan, “sini kasih senjatamu. Mulai sekarang, kamu bukan Komandan Peleton lagi. Bahkan lebih rendah dari prajurit biasa karena saya ambil senjatamu.
Kamu di daerah operasi tanpa senjata berarti anggap saja kamu adalah Tenaga Bantuan Operasi (TBO).” Prabowo cabut senjatanya untuk beberapa minggu.
Akhirnya dia tidak ke mana-mana, tetapi dia merasa takut, karena tidak punya senjata di daerah musuh. Akhirnya komandan itu pergi ke mana-mana selalu mengikuti prajurit lain yang mempunyai senjata.
Prabowo menegaskan melakukan hal itu karena ini contoh daripada leadership yang sama sekali tidak benar. "Tidak boleh ada di kalangan TNI pemimpin semacam itu. Walaupun saya tahu, mungkin banyak yang seperti itu," kata Prabowo.
Contoh Buruk 2: Komandan Perintahkan Wakil untuk Mengambil Alih Tim
Masih merujuk pada buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, ia mengisahkan contoh kedua pemimpin yang tidak benar.
Prabowo menuturkan, suatu saat terjadi suatu kontak tembak dengan musuh, kemudian seorang komandan pasukan memanggil wakilnya dan memerintahkan wakilnya, “Kamu [dia sebut nama wakil tersebut], rebut bukit di depan, atasi gangguan musuh.” Wakil Komandan tim tersebut akhirnya mengambil alih tim dan melakukan serbuan, mengatasi musuh yang berada di bukit tersebut.
"Ini pun contoh kepemimpinan yang keliru. Seharusnya komandan tim tersebut yang memimpin serbuan, bukan wakilnya yang memimpin," kata Prabowo.
Contoh Buruk 3: Penggelapan Tunjangan Khusus (Tunsus)
Kisah ini Prabowo dengar dari teman-temannya sewaktu bertugas di Timor Timur.
Prabowo mengatakan waktu bertugas di Timor Timur, ia dan pasukannya mendapat tambahan uang saku untuk daerah operasi yang waktu itu disebut Tunjangan Khusus (Tunsus).
"Tunsus ini lumayan, biasanya ditabung, kemudian ada yang memakai untuk tambahan makan, ada yang ditabung untuk dibawa pulang ke daerah basis," kata Prabowo.
Suatu saat Prabowo mendengar ada seorang Komandan satuan, memerintahkan bahwa Tunsusnya itu semua dikumpulkan dan Tunsusnya “dititipkan” kepada seorang pedagang dengan janji akan mendapat sekian persen bunga, setiap bulan.
Alhasil pasukan sudah mau pulang, pedagangnya bawa lari uang tersebut dan hilanglah seluruh tunjangan khusus, alias tabungan para prajurit. "Bisa dibayangkan bagaimana wibawa dan leadership komandan pasukan tersebut hilang. Tidak dihormati lagi oleh anak buahnya," kata Prabowo.
Contoh Buruk 4: Kemarahan Anak Buah Kepada Komandan yang Menyeleweng
Merujuk pada buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, ia mengisahkan contoh keempat pemimpin yang tidak benar Pada saat Prabowo berdinas sebagai wakil komandan batalyon terjadilah suatu peristiwa di pasukan tetangga, bahwa komandan batalyon tersebut diikat oleh anak buahnya/ditangkap oleh anak buahnya, diikat di tiang listrik. Konon kabarnya, terkuak bahwa ia telah menjual Kaporlap yang untuk prajurit.
Hal ini diketahui oleh anak buah, sehingga anak buah marah, dan akhirnya dia ditangkap dan diikat di tiang listrik. Pimpinan divisi sampai harus datang untuk mengatasi gejolak tersebut.
Contoh Buruk 5: Komandan Mengkorupsi Uang Makan Prajurit
Merujuk pada buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, ia mengisahkan contoh kelima pemimpin yang tidak benar Prabowo mengisahkan, sebuah kesatuan elite protes karena makannya sangat tidak baik.
Cara protesnya adalah mereka membariskan rantang-rantang, yang dikenal sebagai rantang maxim. Dibariskan sekian ratus rantang tersebut di depan piket Kesatriat, sehingga waktu komandan masuk dijajarkan di depan piket.
Ini bentuk rasa tidak puas prajurit, makan mereka dikorupsi. "Penyelewengan yang sering saya temukan adalah hal-hal semacam ini.
Korupsi yang paling banyak terjadi di pasukan adalah mengorupsi, mencuri uang makan anak buah sendiri," kata Prabowo. "Ini sangat menyakiti perasaan anak buah. Saya anjurkan kepada seluruh yang ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pernah mencuri dari anak buah.
Ini adalah rumus paling cepat untuk saudara dilawan oleh anak buah," pungkas Prabowo