5 Aktivis Lingkungan yang Dipidana Era Jokowi, Teranyar Daniel Frits
Daftar Isi
KONTENISLAM.COM - Sejumlah aktivis lingkungan disinyalir mengalami kriminalisasi saat Jokowi berkuasa.
Sejumlah aktivis lingkungan dan sosial harus berurusan dengan polisi hingga terjerat hukum buntut melayangkan kritik terhadap pencemaran lingkungan. Lantas, Siapa saja mereka? ini 5 diantaranya:
1. Daniel Frits
Pada 19 Maret 2024, Pengadilan Negeri Jepara menjatuhkan 10 Bulan Penjara dan Denda Rp 5 Juta kepada aktivis Penolak Tambak Udang Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan.
Daniel didakwa melanggar Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE karena mengkritisi kondisi kerusakan lingkungan Karimunjawa akibat tambak udang.
Diketahui, perkara berawal Daniel unggahan video berdurasi 6:03 menit di akun Facebook-nya pada 12 November 2022.
Video tersebut memperlihatkan kondisi pesisir Karimunjawa yang terdampak limbah tambak udang. Sejumlah akun kemudian mengomentari unggahan itu, baik pro maupun kontra.
Daniel pun membalas salah satu komentar dengan kalimat, "Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri.
Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan." Komentar tersebut dilaporkan ke Polres Jepara bernomor LP/B/17/II/SPKT/POLRES JEPARA/POLDA JATENG tertanggal 8 Februari 2023. Daniel kemudian ditetapkan tersangka pada Mei 2023.
2. Jasmin
Jasmin, aktivis penolak tambang di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe, ditangkap Polda Sulawesi Tenggara pada Minggu, 24 November 2019 silam.
Ia ditangkap oleh enam orang penyidik di kediaman kakaknya di Kendari sekitar pukul 17.00 WITA.
Jasmin dijemput paksa karena tiga kali tidak memenuhi panggilan penyidik atas laporan salah satu perusahaan tambang nikel di Pulau Wawonii, PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
Meski polisi menyebut Jasmin hanya dipanggil sebagai saksi, namun Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai Jasmin ditangkap atas laporan PT GKP.
Sebelumnya, Jasmin dan 21 warga Wawonii lainnya dilaporkan ke polisi oleh salah satu karyawan PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Mereka dituduh merampas kemerdekaan terhadap seseorang.
Enam orang warga lainnya juga dilaporkan karena diduga menganiaya dan melawan investasi tambang di pulau tersebut.
JATAM menilai, laporan terhadap Jasmin dan warga Wawonii lainnya perlu dipertanyakan. Sebab, mereka hanya berusaha mempertahankan lahan warga yang diterobos oleh PT GKP.
Penyerobotan itu berujung pada pelaporan puluhan warga yang merasa tidak pernah menyerahkan tanahnya kepada PT GKP untuk dijadikan jalan tambang.
3. Muhammad Sandi
Aktivis lingkungan Muhammad Sandi, menjadi tersangka pencemaran nama baik karena mengadvokasi kerusakan lingkungan yang menimpa ratusan warga di enam desa, wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Sandi dilaporkan sebuah perusahaan sawit pada 15 Mei 2019 dan ditetapkan sebagai tersangka empat hari berikutnya. Sandi dituding melakukan pencemaran nama baik perusahaan melalui akun Facebook.
Diketahui, kasus bermula ketika Sandi selaku Ketua DPC Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan (Ampuh) mengadvokasi pencemaran air sungai akibat limbah pabrik perkebunan sawit dan pertambangan di sejumlah desa di Kecamatan Sandai dan Delta, Kabupaten Ketapang.
Organisasi Ampuh kemudian menggugat dua perusahaan sawit karena melakukan perusakan lingkungan di wilayah yang beririsan dengan zona merah atau zona inti hutan lindung dan areal pemukiman warga.
Atas kejadian tersebut, Sandi menilai bahwa dirinya dikriminalisasi oleh perusahaan karena mengkritik perusakan lingkungan yang terjadi di Kecamatan Sandai dan Delta.
Menurut dia, tindakannya membantu pengawasan demi menjaga kelestarian lingkungan tidak dapat dipidanakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. Tubagus Budhi Firbany
Pada 3 Agustus 2017, aktivis lingkungan hidup Pulau Bangka Tubagus Budhi Firbany atau Panglima Budi Tikal ditangkap Kepolisian Pulau Bangka karena tuduhan perbuatan tidak menyenangkan dan menyebarkan anjuran berbuat kejahatan.
Dikutip dari KontraS, penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 195, dan pasal 55 KUHP tentang menganjurkan orang berbuat kejahatan.
Selain itu, penangkapan Budhi didasarkan pada nama ‘Panglima’ dalam aktivitas Budhi melakukan pembelaan atas nelayan di Pulau Bangka menentang penambangan timah ilegal di muara Kawasan Industri Jelitik pada Januari 2015.
Pasalnya, tindakan penambang timah tersebut mengancam mata pencaharian nelayan dan merusak serta mencemarkan lingkungan dan laut.
Kendati demikian, Kepolisian Pulau Bangka menganggap Budi adalah Panglima dalam arti kata sesungguhnya yang siap untuk menyerang Polres Bangka. Padahal nama ‘Panglima’ merupakan gelar adat Bugis Melayu yang diberikan kepada Budi.
Oleh karena itu, KontraS menilai penangkapan Budhi bertentangan dengan Pasal 66 Undang Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009.
5. Heri Budiawan
Pada September 2017, Heri Budiawan atau dikenal Budi Pego, aktivis yang menolak penambangan emas di Banyuwangi, ditahan karena dianggap menyebarkan ajaran komunis.
Dikutip dari Walhi, Budi Pego dituduh membentangkan spanduk dengan gambar menyerupai palu arit saat aksi menolak penambangan emas milik PT Merdeka Copper Gold pada 4 April 2017.
Kendati demikian, tuduhan tersebut tidak memiliki cukup bukti. Salah satunya, warga mengatakan spanduk itu sama sekali tidak dipersiapkan untuk aksi.
Warga baru mengetahui keberadaan spanduk berlogo palu arit itu setelah Polisi memperlihatkannya pasca aksi berlangsung.
Pembentangan spanduk juga dilakukan atas permintaan orang yang mereka tidak kenal. Selain itu, barang bukti spanduk tidak bisa diperlihatkan saat persidangan berlangsung.
Atas kejadian tersebut, Budi Pego divonis oleh PN Banyuwangi dengan pidana hukuman penjara selama 10 bulan pada 23 Januari 2018. Ia dianggap melakukan penyebaran ajaran komunis sebagaimana disangkakan kepolisian dengan dasar Pasal 107a KUHP.
Dalam proses banding, Hakim PT Surabaya, Jawa Timur juga menguatkan putusan PN Banyuwangi. Perlawasan hingga tingkat kasasi ke Mahkamah Agung juga menjatuhkan hukuman yang lebih berat, yakni pidana penjara selama 4 tahun.
Sumber: Tempo