Dikaitkan Kemitraan Leimena Terkait AJC Pro Israel, Ini Jawaban Pendek Imam Besar Istiqlal

Daftar Isi
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, menjelaskan tak pernah ada kerja sama resmi dengan NGO Pro Israel

KONTENISLAM.COM - Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar menegaskan bahwa Masjid Istiqlal tidak ada hubungan kerja sama secara resmi dengan American Jewish Committee (AJC), sebuah NGO yang pro terhadap Zionis Israel.

Kendati demikian, Prof Nasaruddin mengakui bahwa beberapa pengurus Istiqlal terkadang mendapat undangan dialog lintas iman dari lembaga tersebut.

"Secara resmi kita tidak ada hubungan tetapi interpersonal teman-teman kadang mendapatkan undangan interfaith, sebagaimana halnya NGO lain," ujar Prof Nasaruddin saat dihubungi Republika.co.id, Senin (22/7/2024).

Jawaban tersebut merespons pertanyaan Republika.co.id yaitu: "Izin tanggapannya, PBNU telah mengeluarkan kembali intruksi agar tidak kerja sama dengan lembaga terafiliasi dengan Israel. Bagaimana dengan Istiqlal?"

Istiqlal dikaitkan dengan kemitraan Leimena yang disebut kuat mempunyai hubungan dengan American Jewish Committee (AJC).

Dilansir dari laman resminya, AJC merupakan sebuah lembaga global yang "mendukung hak Israel untuk eksis dalam perdamaian dan keamanan." AJC, uniknya, didirikan jauh sebelum entitas zionis itu ada, yakni pada 11 November 1906.

Mengutip New York Times, AJC adalah "puncak organisasi-organisasi Yahudi yang ada di Amerika." Basisnya bertebaran bukan hanya di Negeri Paman Sam, melainkan juga antara lain Uni Emirat Arab dan Jerman.

Menanggapi tragedi kemanusiaan di Jalur Gaza yang berlangsung sejak Oktober 2023 hingga kini, AJC secara implisit menampik peristiwa itu sebagai sebuah genosida. Organisasi ini justru menuding Hamas sebagai pelaku "pembantaian terburuk yang menimpa kaum Yahudi sejak Holocaust."

AJC melakukan penetrasi ke sejumlah negara, termasuk Indonesia, melalui jalur dialog antariman dan budaya.

Yang teranyar, adalah kuliah umum yang menghadirkan Ari Gordon, Direktur Muslim Yahudi The America Jewish Committee (AJC), sebuah NGO yang pro terhadap Zionis Israel Gordon adalah dengan istilah Cross Cultural Religious Literacy (CCRL), di Masjid Istiqlal pada Rabu (17/7/2024).

Kegiatan ini mendadak batal sepihak menyusul polemik kunjungan lima intelektual Nahdliyin ke Presiden Israel, Isaac Herzog.

Menurut penuturan sumber Republika.co.id, AJC dalam operasinya di Indonesia menggandeng Institut Leimena. Melalui kolaborasi sudah banyak menjalin kerja sama dengan pemerintahan dan ormas keislaman.

Kementerian Agama misalnya, saat masih dijabat menterinya Fakhrul Rozi, memberikan karpet merah untuk mengadakan dialog lintas budaya dan iman.

Tak hanya itu, rencana kerja sama konon diagendakan untuk membuat kurikulum pengenalan Yahudi di madrasah-madrasah dan pesantren. Modus operandi ini tercium dan tidak dilanjutkan pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Keterkaitan antara AJC dengan Leimena bukan isapan jempol. Dikutip dari Jewishlink.news, Ari Gordon menjelaskan kegiatan terbaru dalam upaya AJC untuk membangun dan memperluas hubungan Muslim-Yahudi adalah misi kepemimpinan selama 10 hari yang diselenggarakan oleh AJC pada Juli di Indonesia, tempat di mana (sebagaimana dinyatakan dalam siaran pers AJC) AJC telah terlibat selama dua dekade.

Dia mengatakan, sebagai bagian dari keterlibatan jangka panjang ini, AJC telah bekerja sama dengan Leimena Institute (LI), sebuah LSM Indonesia yang memajukan pluralisme, untuk menyelenggarakan webinar internasional mengenai topik-topik Yahudi dengan Kementerian Agama Indonesia.

Selama setahun terakhir, kata dia, AJC telah bekerja sama dengan Leimena Institute untuk mengajarkan kelas “Pengantar Yudaisme” selama tiga jam kepada para pendidik agama di Indonesia, termasuk sesi “Tanya Apa Saja”, sebagai bagian dari program sertifikat Cross Cultural Religious Literacy (CCRL).

“Pada tahun pertamanya saja, pelatihan CCRL telah menjangkau lebih dari 2.400 pendidik agama di 34 provinsi di Indonesia,” kata dia.

Dia menyebutkan, dalam kunjungan kepemimpinan ke Indonesia pada bulan Juli, staf dan anggota dewan AJC bertemu dengan para pejabat pemerintah terkemuka, yang sangat mendorong lebih banyak lagi inisiatif antar masyarakat.

Mereka juga bertemu dengan para jurnalis, tokoh agama, aktivis masyarakat, akademisi dan pemimpin bisnis, serta mengunjungi beberapa sekolah dan perguruan tinggi agama.

Dalam sebuah program publik di Masjid Istiqlal (masjid terbesar di Asia Tenggara), Rabi Rosen dari AJC berpartisipasi dalam program publik untuk mempromosikan rasa saling menghormati melalui pendidikan, bersama dengan Imam Besar Masjid Istiqlal, Syekh Nasaruddin Umar, dan para pemuka agama lainnya.

Gordon menjelaskan tentang misi di Indonesia. Dia mengatakan bahwa perjalanan ini mengungkapkan bahwa “Kami telah melangkah lebih jauh dalam membangun hubungan daripada yang kami perkirakan, namun perjalanan kami masih panjang,” tutur dia.

Menanggapi pertanyaan dari The Jewish Link mengenai kurangnya pengakuan resmi terhadap agama Yahudi di Indonesia, dia menyatakan bahwa negara ini sedang bergumul dengan beberapa masalah yang berkaitan dengan pelestarian demokrasi yang beragam, yang memiliki mayoritas Muslim, namun tidak memiliki karakter Islam secara eksplisit dalam konstitusi, sebanyak 87 persen warga negara beragama Islam-dan menurutnya akan ada perubahan di bidang ini di tahun-tahun mendatang.

Gordon mengatakan bahwa meskipun ada beberapa hubungan perdagangan swasta yang terbatas dengan perusahaan-perusahaan yang berbasis di Israel, Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik.

Kebijakan resmi pemerintah Indonesia mendukung “solusi dua negara,” dan dalam banyak percakapan di sana, dia mendengar optimisme bahwa segala sesuatunya dapat berubah jika dan seiring dengan membaiknya hubungan Israel-Palestina, dan tidak ada seorang pun yang dia ajak bicara yang mengatakan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi.

Saat dikonfirmasi Republika.co.id, melalui sambungan telepon di Jakarta, Jumat (20/7/2024), Media Officer Institut Leimena Natasia Christy, mengenai hal ini, enggan menjawab.

Lantas siapa Leimena?

Dikutip dari laman resminya, Institut Leimena adalah lembaga non profit yang berdiri pada 2005, Institut Leimena dibentuk sebagai respons atas perkembangan situasi bangsa dan negara, serta harapan para pimpinan lembaga gereja aras nasional.

Partisipasi warga gereja dalam membangun bangsa dan negara sebetulnya telah mendapat perhatian umat Kristiani sejak lama.

Oleh karena itu, Sidang Raya X DGI/PGI 1984 di Ambon memutuskan agar PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) membentuk lembaga kajian yang dinamai Akademi Leimena dengan Letjen TB  Simatupang sebagai ketua yang pertama.

Pada 2004, atas masukan dan harapan dari para pimpinan lembaga gereja aras nasional, beberapa pengurus Akademi Leimena sepakat untuk mendirikan Institut Leimena sebagai lembaga kajian independen yang mencerminkan perkembangan keberagaman gereja dewasa ini.

Para pendiri, sekaligus anggota Board of Trustees yang pertama adalah Jakob Tobing, Mangara Tambunan, Matius Ho, Radja Kami Sembiring Meliala, dan Viveka Nanda Leimena.

Di antara program unggulan Leimena Institute adalah Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dalam bahasa Inggris, sebagaimana dijelaskan Ari Gordon, Direktur Muslim Yahudi The America Jewish Committee (AJC), sebuah NGO yang pro terhadap Zionis Israel Gordon adalah dengan istilah Cross Cultural Religious Literacy (CCRL).

Yaitu sebuah pendekatan berpikir, bersikap, dan bertindak untuk dapat bekerja sama dengan orang yang berbeda agama dan kepercayaan (kompetensi kolaboratif), berlandaskan pada pemahaman akan kerangka moral, spiritual, dan pengetahuan diri pribadi (kompetensi pribadi) dan orang lain yang berbeda agama dan kepercayaan (kompetensi komparatif).

LKLB didasarkan pada keyakinan bahwa kesadaran dan kebaikan bersama bagi umat manusia akan tercapai bukan ketika keragaman agama dan kepercayaan ditolak atau bahkan dilebur menjadi keseragaman, tetapi justru ketika keragaman tersebut diteguhkan dan dikelola bersama oleh para penganutnya yang berbeda melalui proses evaluasi, komunikasi, dan negosiasi untuk menanggapi berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi, baik dalam konteks lokal maupun global.

 



LKLB menyediakan suatu kerangka untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam membahas dan menyelesaikan tantangan global bersama, tanpa mengorbankan substansi keyakinan sendiri.

Program ini telah menghasilkan alumni. Merujuk pada data yang dirilis pada 5 Juli 2024, LKLB telah meluluskan 8.352 peserta dan alumni, 56 program internasional bersertifikat tentang pengenalan LKLB, 28 online upgrading course, 17 webinar internasional, dan 15 hybrid upgrading workshop.

Lembaga ini juga telah bermitra dengan banyak organisasi di Indonesia. Menurut laman resminya, di antara organisasi yang bekerja sama adalah:

1. Masjid Istiqlal

2. Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah (LP2PPM)

3. Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah

4. Maarif Institute

5. Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah

6. Universitas Alkhairaat Palu Sulteng

7. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

8. Yayasan Wakaf UMI Universitas Muslim Indonesia

9. RBC Institute A Malik Fadjar

10. The Sanneh Institute

11, Templeton Religion

12. Bridge Projects.

Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan surat instruksi penegasan kembali terkait pelarangan hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan Israel.

Surat resmi tersebut dikeluarkan dengan nomor 2020/PB.03/A.1.03.08/99/07/2024 yang mempertegas surat instruksi sebelumnya pada era kepengurusan KH Said Aqil Siroj pada 2021 lalu.

"Merujuk Surat Edaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 4207/C.1.034/09/2021 tanggal 13 Shafar 1443 H/20 September 2021 M sebagaimana terlampir, dengan ini kami tegaskan bahwa instruksi untuk menghentikan dan/atau menangguhkan semua program/proyek kerja sama yang berhubungan dengan Institut Leimena, Institute for Global Engagement (IGE), dan American Jewish Committee (AJC), baik yang masih dalam rencana maupun yang sedang berjalan, tidak pernah dicabut dan masih berlaku hingga saat ini," isi surat edaran tersebut.

Wakil Ketua Umum PBNU, Amin Said Husni menegaskan, surat pelarangan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan Israel yang terbit di masa Kiai Said ditegaskan kembali pada masa kepengurusan Gus Yahya.

"Sebetulnya kebijakan untuk menangguhkan atau menghentikan kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional, seperti ACJ yang disebutkan secara eksplaisit di dalam surat itu 'kan sudah terbit pada kepengurusan PBNU periode yang lalu ketika Ketua Umumnya KH Said Aqil Siroj," ujar Amin Said dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (20/7/2024).

Amin mengatakan, pelarangan hubungan atau kerja sama dengan lembaga yang disebutkan dalam surat instruksi itu seperti Institut Leimena, Institute for Global Engagement (IGE), American Jewish Committee (AJC), dan sejenisnya, tidak pernah dicabut sejak 2021 lalu.


Sumber: Republika

Ikuti kami di channel Whatsapp : https://whatsapp.com/channel/0029VaMoaxz2ZjCvmxyaXn3a | 

Ikuti kami di channel Telegram : https://t.me/kontenislam


Download Konten Islam Di PlayStore https://play.google.com/store/apps/details?id=com.cleova.android.kontenislam

Ikuti Kami Di Goole News : Google News Konten Islam

close