Obral HGU di IKN 190 Tahun, Kado Getir Jelang HUT Kemerdekaan
Daftar Isi
Penggalan kalimat di atas kembali terngiang-ngiang di kepala Eko Cahyono. Ia menuturkan pengalaman bertandang ke Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 2022 lalu. Kedatangan Eko dalam rangka meneliti dampak pembangunan megaproyek IKN terhadap masyarakat adat di sekitar kawasan tersebut.
Potongan kalimat di awal tulisan merupakan ucapan salah satu masyarakat adat suku Balik yang masih dikenang oleh Eko. Ucapan itu membuka mata Eko bahwa pembangunan IKN berpotensi membawa mudarat besar bagi komunitas lokal. Hasil penelitian Eko dan tim, di antaranya mendapati belum ada pengakuan legal atas masyarakat adat di kawasan IKN.
Alhasil, keadaan itu membuat tidak ada perlindungan hak, program pemberdayaan, dan akses bagi masyarakat adat di sana. Eko dan timnya juga mendapati masih ada tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat adat. Kekerasan dilakukan secara simbolik dan fisik saat proses alih fungsi dan kepemilikan lahan untuk pembangunan IKN.
Kembali ke hari ini, alih-alih memperbaiki pola pembangunan di kawasan IKN, pemerintah justru semakin berpotensi membuat masyarakat lokal menderita. Pasalnya, lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2024 yang terbit pekan lalu, pemerintah mengobral hak guna usaha (HGU) di IKN yang bisa mencapai 190 tahun dalam dua siklus.
“Dengan adanya undangan penguasaan tanah lewat [pemberian] HGU itu. Maka berpotensi atau diduga berpotensi bisa menyingkirkan masyarakat lokal yang ada di sana,” kata Eko yang merupakan peneliti senior dan pegiat di Sajogyo Institute, saat dihubungi Tirto, Senin (15/7/2024).
Pria yang menggeluti bidang studi sosiologi agraria itu kecewa terhadap kebijakan di Perpres 75 Nomor 2024 tentang percepatan pembangunan IKN. Menurutnya, kebijakan obral HGU seolah-olah membuat Indonesia mundur kembali ke masa kolonialisme.
Bukan cuma obral HGU hampir dua abad, beleid itu juga mengatur hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai bagi investor di IKN yang mencapai 160 tahun dalam dua kali siklus. Nantinya, izin hak atas tanah akan diberikan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), berdasarkan permohonan Otorita IKN (OIKN).
Perpres Nomor 75/2024 merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 yang merupakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Revisi beleid IKN ini diketok palu pemerintah dan DPR pada Oktober tahun lalu. Saat itu, gelombang protes juga datang dari masyarakat sipil sebab ketentuan pemberian HGU bagi investor di IKN mencapai ratusan tahun.
Eko memandang kebijakan pemberian HGU hingga 190 tahun di kawasan IKN merupakan langkah mundur pemerintah saat ini. Kebijakan pemerintah Presiden Jokowi ini disebut lebih kolonial dibanding aturan yang dibuat di zaman kolonialisme Belanda.
Pasalnya, dalam undang-undang agraria era kolonialisme atau Agrarische Wet 1870, hak konsesi perkebunan diberikan kepada investor dengan durasi maksimal 75 tahun.
“Penetapan HGU [mencapai] 190 tahun itu kado terburuk jelang [HUT] Indonesia merdeka yang ke-79 ini. Kenapa? Semangat kemerdekaan itu menghindari penguasaan penindasan manusia atas manusia lain, ini malah diberikan izin HGU yang berlebihan,” tegas Eko.
Eko mengingatkan, kawasan IKN bukan tanah tak berpenghuni. Mengacu peta indikatif yang disusun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), ada 51 komunitas masyarakat adat yang terdampak pembangunan IKN. Sebanyak 17 komunitas adat berada di Penajam Paser Utara (PPU) dan 34 komunitas di Kutai Kartanegara.
Saat ini saja, kata Eko, kawasan IKN sudah diisi oleh perusahaan kayu, tambang batubara, hingga ekspansi perkebunan sawit. Maka dengan aturan HGU terbaru ini, pengusaha bakal semakin langgeng menguasai tanah di sekitar kawasan IKN. Hal itu berpotensi membuat ketimpangan agraria di kawasan IKN semakin tajam.
“Gimana dengan orang-orang asli sana? Dengan adanya undangan penguasaan tanah dengan HGU 190 tahun itu, berpotensi atau diduga bisa menyingkirkan masyarakat lokal yang ada di sana,” kata Eko.
Obral HGU 190 tahun ini dinilai hanya demi mengundang investor ke IKN sebanyak-banyaknya. Pasalnya, belum ada investor asing besar yang menanamkan modal ke megaproyek itu. Deretan insentif menggiurkan bagi investor IKN disediakan lapang oleh pemerintah tanpa memikirkan nasib masyarakat lokal yang terdampak keputusan itu.
Eko lantas melontarkan pertanyaan retoris: “Investasi [IKN] ini sebenarnya untuk siapa? Benarkah untuk rakyat atau untuk kepentingan elite politik tertentu yang bernafsu segera mempercepat pembangunan IKN?”
Pemerintah Bak Pedagang
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian, menilai kebijakan obral HGU hingga 190 tahun dalam dua siklus bagi investor IKN menjadikan pemerintah bak pedagang tanah. Bukan cuma tanah yang diobral, kata Uli, kebijakan ini turut menjajakan ruang hidup masyarakat lokal yang terdampak pembangunan kawasan IKN.
“Seolah-olah itu adalah barang, kehidupan masyarakat adat dan lokal di sana itu seperti barang yang diperdagangkan oleh pedagang dengan harga yang murah,” kata Uli kepada Tirto, Senin.
Pemerintah disebut telah abai menjalankan partisipasi bermakna terhadap masyarakat atas adanya kebijakan ini. Padahal, masyarakat lokal dan adat bakal terdampak langsung atas kebijakan HGU yang diberikan kepada investor hingga hampir dua abad lamanya.
“190 tahun itu hampir 2 abad gitu ya, itu kayaknya sampai keturunan ketiga gitu, itu masyarakat tidak lagi pernah berada atau tidak lagi menjadi pemilik dari ruang hidupnya,” ujar Uli.
Tidak menutup kemungkinan, kata Uli, masyarakat lokal di kawasan IKN akan terusir atau pindah karena terdampak kegiatan HGU. Jika begini, imbasnya generasi mendatang di sana tidak akan pernah tahu soal adat dan budaya lokal nenek moyang mereka.
Sementara itu, perombakan tanah untuk pembangunan IKN turut berpotensi menimbulkan deforestasi. Dampaknya, bencana seperti banjir dan longsor mengintai di kawasan IKN.
“Hingga sekarang banyak lahan di IKN belum clean and clear. Aturan baru ini tentu berpotensi melanggengkan konflik agraria,” terang Uli.
Kepala Departemen Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Benny Wijaya, mengamini pendapat Uli. Menurut Benny, pemberian HGU hingga hampir dua abad akan berpotensi meningkatkan letusan konflik agraria di kawasan IKN.
“Sebab, kawasan IKN tersebut sebagiannya berada di atas tanah dan wilayah masyarakat adat yang berpotensi akan merampas tanah dan ruang hidup mereka jika pembangunan ini terus dilanjutkan,” kata Benny kepada Tirto, Senin.
KPA memandang proses penunjukan lokasi pembangunan kawasan IKN dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Hal tersebut dilakukan tanpa pernah melibatkan partisipasi publik dan melakukan pengecekan hak atas tanah masyarakat.
“Sistem perkebunan dan pemberian atau pencabutan HGU di Indonesia dikenal buruk; sarat dengan perampasan tanah petani dan masyarakat adat; serta sarat juga kekerasan dan pelanggaran HAM,” ujar Benny.
Catatan Akhir Tahun KPA 2023 menunjukkan, selama 10 tahun terakhir, masalah seputar HGU menjadi penyebab konflik agraria tertinggi dalam bisnis sektor perkebunan. Dari 2.939 letusan konflik agraria di era pemerintahan Jokowi (2015-2023), ada 1.131 letusan konflik agraria disebabkan penguasaan dan perpanjangan HGU oleh perusahaan perkebunan dengan luasan mencapai 2.707.598 hektare.
“Belum lagi persoalan HGU expired dan tanah telantar yang jumlahnya jutaan hektare dan tidak kunjung ditertibkan oleh pemerintah,” jelas Benny.
Perpres Nomor 75/2024 dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960). Dalam UUPA 1960, termaktub pemberian HGB hanya selama 30 tahun yang dapat diperpanjang maksimal 20 tahun. Di sisi lain, UUPA 1960 juga tak mengenal mekanisme pembaruan hak atas tanah. Selain itu, juga tidak ada pembagian siklus dalam pemberian hak atas tanah.
Di sisi lain, Perpres Nomor 75/2004 juga melanggar Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 terkait pemberian konsesi sekaligus di muka. Sebab Putusan MK tersebut menyatakan bahwa pemberian hak atas tanah sekaligus di muka (pemberian hak, perpanjangan, dan pembaruannya) berupa 95 tahun HGU, 80 tahun HGB dan 70 tahun hak pakai adalah melanggar Konstitusi.
“Putusan MK ini berkaitan dengan amar putusan atas permohonan judicial review organisasi masyarakat sipil terhadap UU 25/2007 tentang Penanaman Modal,” terang Benny.
Di sisi lain, peneliti senior Sajogyo Institute, Eko Cahyono, menuturkan hasil pertemuannya dengan masyarakat lokal di kawasan IKN menunjukkan bahwa mereka sebetulnya moderat. Masyarakat lokal dan adat tidak sepenuhnya menolak pembangunan IKN. Mereka hanya menentang proses percepatan pembangunan kawasan IKN yang abai terhadap hak-hak hidup masyarakat.
Padahal, kata Eko, pemerintah sebetulnya punya banyak rujukan regulasi untuk melakukan pembangunan yang mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Misalnya ada SNP Nomor 7 tahun 2022 tentang hak asasi manusia atas tanah dan sumber daya alam yang dikeluarkan Komnas HAM. Lebih jauh, pemerintah juga dapat mengikuti standar keamanan insani dalam pembangunan yang dikeluarkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Percepatan politiknya [IKN] itu yang nabrak banyak hal. Nabrak banyak prinsip-prinsip kemanusiaan, ekologis dan kemanusiaan jadi terbaikan semua. Sebenarnya banyak orang yang mempertimbangkan kalau [dibangun] bertahap, pelan-pelan gitu mas, dihormati haknya, ngurus dulu masyarakat adatnya,” ujar Eko.
Respons Pemerintah
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengatakan aturan mengenai HGU untuk lahan IKN bisa mencapai 190 tahun merupakan langkah strategis untuk mempercepat pembangunan. Dia menilai durasi tersebut memungkinkan para investor untuk membangun keberlanjutan investasi mereka di IKN.
“Sekali lagi, untuk sesuatu yang baru memang perlu ada strategi khusus. Jangan sampai, nanti akhirnya menjadi tidak datang investasi itu karena alasan-alasan lainnya,” kata AHY dikutip dari Antara, Senin (15/7/2024).
Lebih lanjut, dia menuturkan aturan tersebut memberikan kepastian hukum bagi investor. AHY juga menilai penting untuk memberi kepastian kepada para investor agar mereka yakin berinvestasi di IKN.
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan (Zulhas) meyakini banyak investor yang akan berinvestasi di IKN usai Presiden Jokowi meneken aturan soal pemberian izin HGU hingga 190 tahun.
Menurutnya, banyak pihak yang mendirikan bangunan di IKN, tetapi status atas tanah di atas bangunan masih belum jelas. Zulhas pun menduga banyak pihak yang ragu-ragu untuk berinvestasi di IKN karena ketidakjelasan status atas tanah di wilayah tersebut.
"Kemarin itu baru selesai aturannya, ditandatangani Presiden [Jokowi]. Mudah-mudahan dengan itu, yang tadi berminat untuk membangun, investasi di IKN jadi lebih cepat," kata Zulhas di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Minggu (14/7/2024).
Reporter Tirto sudah berupaya menghubungi pihak Otorita IKN (OIKN) untuk meminta penjelasan aturan pemberian HGU bisa sampai 190 tahun bagi investor IKN. Namun, permintaan wawancara yang dilayangkan ke Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik Badan Otorita IKN, Troy Pantouw, tidak direspons hingga berita ini tayang.