Sri Mulyani Pamer Setoran Pajak Naik Terus: Tahun 1983 Cuma Rp 13 T
Daftar Isi
Pajak yang dikantongi RI meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun 1983 yang hanya di posisi Rp 13 triliun.
Sri Mulyani menilai angka tersebut terlampau kecil untuk penerimaan pajak nasional.
Bahkan, besaran tersebut saat ini diperkirakan tidak lebih kecil dibandingkan dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
"Kita juga lihat ini ada lini masa penerimaan pajak. Kalau pada tahun berapa itu? 1983, itu masih penerimaan pajak Rp 13 triliun. Ini mungkin kalau disini ada Kanwil Pajak dia mengatakan itu tempat saya salah satu KPP. Bahkan lebih kecil, betul nggak?," kata Sri Mulyani, dalam sambutannya di acara Spectaxcular, di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (14/7/2024).
Begitu pula pada Zaman Reformasi di tahun 1998 hingga menjelang tahun 2000, penerimaan pajak RI berada di posisi Rp 400 triliun.
Kalau dibandingkan dengan target penerimaan pajak RI pada tahun 2024 ini, angkanya telah naik hampir 5 kali lipatnya.
"Dan sekarang teman-teman Direktorat Jendral Pajak bertanggung jawab di undang-undang APBN untuk mencapai target Rp 1.998,9 triliun," ujarnya.
Sri Mulyani pun bercerita, pada tahun 1983 itu terjadi banjir minyak atau booming minyak. Harga minyak pada kala itu dari yang masih US$ 12 naik menjadi US$ 24.
Menurutnya, kondisi Itu adalah boom yang luar biasa. Pada kala itu, Indonesia juga melakukan apa yang disebut liberalisasi di sektor keuangan.
"Munculnya pasar modal kemudian menimbulkan banyak sekali perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO," kata dia.
Selain itu, posisi Indonesia yang secara geografis terletak di ring of fire membuat potensi bencana alam terjadi cukup tinggi, salah satunya Tsunami Aceh.
Sri Mulyani menambahkan, dengan adanya perubahan iklim saat ini juga mempengaruhi perekonomian.
Berikutnya mulai tahun 2000 ditandai dengan perubahan digital technology yang makin sangat cepat hingga mengubah seluruh gaya hidup serta cara hidup dan ekonomi bekerja.
Masih di abad ke-20, dunia juga dilanda pandemi COVID-19 sebagai badai besar yang membuat ekonomi dunia terguncang.
"Dan itu penerimaan pajak pasti terpukul. Dan kemudian kita menghadapi krisis keuangan di Indonesia, krisis keuangan global. Jadi teman-teman pajak semuanya mengikuti sebuah episode di dalam perekonomian Indonesia yang dipengaruhi oleh ekonomi dunia. Di setiap naik, turun, gejolak atau sedang terjadi boom kita semua bertanggung jawab," ujarnya.
"Kementerian Keuangan, Direktorat Jendal Pajak, dalam susah, dalam senang, dalam ups and downs, anda adalah institusi yang diandalkan," jelas dia.
Sumber: Detik